Bangkit Untuk Indonesia


            Seperti di ketahui tanggal 20 mei adalah hari kebangkitan nasional terlepas dari pergolakan kabinet hatta mengharuskan memunculkan hari kebangkitan nasional agar tidak terjadinya perpecahan di tubuh bangsa Indonesia. Setidaknya walaupun pergolakan senantiasa terjadi tapi nilai perjuangan dan pergerakan senantiasa di pegang oleh jiwa pemuda bangsa ini. Maka menurut hemat saya ialah setiap hari itu adalah hari kebangkitan untuk Indonesia. Bukan hanya di rayakan satu hari terlepas itu hilang sudah, atau sekedar membuat simbol lalu hilang, atau berbicara sampai berbuih sudah itu lenyap entah ke mana. Bukan seperti itu, namun sepertinya semakin hari bukan malah bangkit namun malah semakin mundur. Berapa banyak orang-orang Indonesia yang sukses dan menetap tinggal di luar Indonesia. Betapa banyak juara olimpiade di Indonesia, namun hanya untuk membuat pabrik produksi saja bangsa ini tidak dapat melakukannya dan ternyata malah enak ng-impor. Ada yang hilang dalam jiwa di masyarakat bangsa ini. Hilang akan nilai-nilai perjuangan dan pergerakan.


            Sedikit mengutip dari opini puti guntur yang tercantum di dalam opini kompas pada edisi 20 mei, namun sebenarnya kutipan ini wacana yang di gambarkan oleh presiden Soekarno dalam pidato kemerdekaan tahun 1957. Beliau mengatakan “,,,Sekali lagi saya katakan: Gerakan hidup baru bukanlah satu gerakan untuk sekedar jangan berludah di mana-mana atau atau jangan membuang puntung rokok di lantai atau di jubin. Ia adalah satu gerakan revolusi mental. Ia adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia ini menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api menyala-nyala. Maksudnya tidak kecil. Maksudnya besar, untuk menyelesaikan satu perjuangan yang amat besar,,,”. Seperti halnya pidato yang lain, pidato bung Karno selain membakar namun tersimpan juga nilai-nilai yang amat dalam.
Untuk Cermin
            Sepertinya kita terinspirasi untuk menjadi seorang spiderman yang menaklukan setiap penjahat di sudut kota dan mungkin pula terobsesi menjadi Superman untuk dapat menumpas segala kerusakan dengan kekuatan luar biasa. Coba sejenak kita mencubit badan kita, bukankah rasa sakit itu nyata. Lantas apakah menjadi orang yang super serba menjadi tujuan dalam hidup kita. Harus mengerti ini, harus menguasai ini, atau menjadi yang seperti ini. Apabila obsesi itu masih terdapat dalam batasan, maka saya suka pemuda penuh ambisi. Namun apabila, untuk menunjukkan atas nama hasrat dan gengsi ambisi itu maka tak lama semangat itu akan memudar dan akhirnya terjatuh seperti halnya bermimpi tanpa usaha. Atau mungkin obsesi di dalam diri kita ini telah tiada, kita tidak mengerti untuk apa dan apa yang harus di lakukan sekarang ini karena tak punya ambisi. Begitupun dengan kondisi bangsa ini karena kita tak mempunyai ambisi maka tidak tahu caranya bangkit, apalagi untuk berpartisipasi aktif dalam pengawasan pemerintah.
            Sepertinya bangsa ini lupa untuk bercermin, sekedar untuk menembus sejarah dan menghadirkan nilai perjuangan dan nilai pergerakan di dalam jiwa-nya. Berjuang untuk membawa martabat semua rakyat yang berada di wilayah bangsa Indonesia. Bergerak untuk senantiasa mengabdi kepada negeri. Pemuda itu harus membakar, bukan terbakar mengikuti hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Ayo kita bercermin, berapa banyak bangsa ini melahirkan orang besar kala sebelum proklamasi.
Tak ada Badai atau Rasa Sakit
            Sepertinya kata pepatah tentang “Para pelaut ulung tidak di ciptakan oleh laut tenang” sudah mulai mendapatkan kebenarannya apabila mengamati kondisi pemuda di Indonesia. Maraknya kasus asusila dan kejahatan terpampang dalam setiap berita media Online maupun cetak. Berharap untuk mendapatkan rasa sakit namun harus terkurung di dalam penjara, tidak seperti itu. Itu adalah hal bodoh yang di lakukan tanpa berpikir, karena hasrat yang di utamakan untuk mencari uang, obat dan tuntutan tindakan hasrat seperti halnya binatang. Berbeda dan jangan sekali-kali di samakan apabila di penjara, karena suatu prinsip dengan perjuangan yang amat besar. Badai atau sakit yang membuat prinsip itulah menjadi kokoh. Rasa sakit yang di derita oleh masyarakat sebelum proklamasi menjadi bahan untuk menumbuhkan suatu prinsip dalam perjuangan.

            Sebenarnya saya tak sepakat apabila zaman ini adalah zaman zona nyaman bagi bangsa Indonesia. Kita saja yang tak melihat badai dan rasa sakit itu karena kita terlalu sibuk dengan urusan pribadi dan mata kita menjadi gelap untuk sekedar melihat masyarakat di sekitar kita. Konsep diri yang di bangun untuk membangun kesejahteraan bagi diri sendiri, menjadi jiwa pemuda bangsa ini. Lulusan terbaik, pekerjaan terbaik, wanita terbaik dan anak-anak terbaik. Sekedar itu-itu lah, dan lupa bahwa ada perjuangan amat besar, karena mata kita sudah gelap. Dan pada akhirnya ayo bangun, sudah terlalu lama kita tidur.

Oleh Agung Pratama